Rabu, 07 November 2012

PEMANFAATAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK PERSAWAHAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI PADI


PEMANFAATAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK PERSAWAHAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI PADI

PENDAHULUAN
Tanaman padi (Oryza sativa L) merupakan komoditi utama karena fungsinya sebagai sumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Akhir-akhir ini isu tentang ketahanan pangan (food security) semakin bekembang. Padi mulai memiliki multi fungsi bukan hanya sebagai bahan pokok saja tetapi juga menjadi sumber penghidupan, lapangan berusaha, sumber devisa, dan berfungsi dalam mempertahankan stabilitas sosial-keamanan (Soleh Solahuddin, 1998). Penyusutan lahan persawahan dari tahun ke tahun semakin dirasakan karena pesatnya pembangunan. Alih fungsi yang terjadi menyebabkan penurunan pasokan pangan terutama padi. Hilangnya satu hektar lahan persawahan (produktivitas rata-rata 4,5 ton GKG/ha) identik dengan hilangnya produksi beras sebesar 4,5 juta ton beras/musim tanam (Muhammad Noor, 1996). Perluasan lahan pertanian dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan-lahan marjinal, diantaranya lahan pasang surut. Hal ini dianggap mampu menggantikan kehilangan produksi tersebut.
Lahan pasang surut merupakan lahan yang penyebarannya cukup luas. Di Indonesia terdapat sekitar 20,10 juta ha lahan pasang surut di tiga pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaja Adhi et al., 1992). Sebagian besar dari luasan tersebut belum dimamfaatkan secara maksimal. Usaha pemanfaatan lahan pasang surut di kawasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dimulai sekitar 200 tahun yang lalu secara tradisional.
Pada sekitar tahun 1920-an mulai dilakukan berbagai pembangunan di daerah lahan pasang surut antara lain pembuatan jalan, transmigrasi dan pembuatan saluran drainase. Program ini ternyata cukup berhasil sehingga mengilhami pemerintah untuk melakukan pembukaan lahan pasang surut secara besar-besaran dengan dibentuknya Tim Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S). Hal ini membuat wilayah ini mulai dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Indonesia. Bahkan ketika Indonesia menjadi negara swasembada beras ( tahun 1984) ternyata 59.1 % didukung dari hasil padi di lahan pasang surut (Isdijanto Ar-Riza et al., 1997).
 Pemanfaatan lahan pasang surut terutama untuk tanaman padi menghadapi berbagai kendala. Secara garis besar meliputi, rendahnya kesuburan tanah karena kemasaman tanah yang tinggi (pH 3,0-4,5), kahat hara makro, adanya ion atau senyawa yang meracun (Al, Fe, SO4) dan bahan organik yang belum terdekomposisi. Selain itu, keadaan tata airnya yang kurang baik menjadi faktor pembatas dalam pengelolaannya (Muhammad Noor, 1996). Meskipun dalam pemanfaatannya menghadapi banyak kendala, namun lahan pasang surut memberi harapan dan prospek yang baik. Karena potensi lahannya yang sangat luas apabila diusahakan secara intensif maka dapat meningkatkan produksi padi di masa datang. Selain itu vegetasi alami yang tumbuh di lahan pasang surut bisa menjadi sumber bahan organik yang aman dalam meningkatkan kesuburan tanah. pada lahan pasang surut penggunaan pupuk dapat dikurangi sehingga biaya yang dikeluarkan petani dapat ditekan.















BAB II
TELAAH PUSTAKA
Untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa pasang surut, pengelolaan air memegang peranan sangat penting. Pengelolaan air dilakukan dengan memperhatikan kedalaman gambut, tingkat pelapukan gambut, lapisan bawah gambut (substratum), ada tidaknya bahan pengkayaan, dan tipe luapan pasang surut. Untuk menanggulangi, mengurangi, dan menghilangkan kemasaman serta untuk meningkatkan hasil komoditas yang dibudidayakan di lahan sulfat masam, pengelolaan air didasarkan pada tipologi lahan pasang surut dan tipe luapan. Tipologi lahan sulfat masam potensial dengan tipe luapan A, tipologi lahan sulfat masam aktual dengan tipe luapan B, C, D (Ritzema et al., 1993).
Berdasarkan kemampuan arus pasang mencapai daratan, maka tipe luapan pada lahan rawa pasang surut dibedakan menjadi 4 macam tipe luapan yaitu : (Kselik, 1990; Widjaja-Adhi et al., 1992)
Tipe A : Lahan yang selalu terluapi air pasang, baik pada saat pasang maksimum
(spring tide) maupun pasang minimum (neap tide).
Tipe B : Lahan yang terluapi air pasang pada saat pasang besar.
Tipe C : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh
pada air tanah dan kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm.
Tipe D : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh
pada air tanah dan kedalaman muka air tanah lebih dari 50 cm.








Gambar 1. Tipe luapan air pada lahan rawa pasang surut
(Sumber : Widjaja-Adhi et al., 1992)

Klasifikasi tipe luapan ini didasarkan pada pasang maksimum dan minimum pada saat musim hujan (Gambar 1). Untuk musim kemarau,kemampuan arus pasang mencapai daratan berkurang, sehingga perlu perancangan teknik pengelolaan air harus disesuaikan.
Pemanfaatan lahan pasangan surut terutama tipe A dan tipe B yaitu sistem persawahan karena sistem ini paling tepat dan aman terutama terhadap kendala yang ditimbulkan akibat sifat fisik dan kimia tanah. Sistem sawah akan membuat tanah tetap dalam keadaan reduksi dan pada keadaan ini pirit tetap stabil di dalam tanah sehingga tidak membahayakan bagi tanaman padi (Widjaya-Adhi et al., 1992). Berhubungan dengan sistem ini maka pemilihan varietas yang sesuai, pengelolaan air dan pemanfaatan vegetasi alami merupakan kunci utama dalam memperoleh hasil yang optimal.
Kendala dan Upaya Pemanfaatan Lahan Pasang Surut Lahan pasang surut biasanya dicirikan oleh kombinasi beberapa kendala seperti (Anwarhan dan Sulaiman, 1985):
1.      Ph rendah
2.      Genangan yang dalam
3.      Akumulasi zatzat beracun ( besi dan aluminium)
4.      Salinitas tinggi, kekurangan unsur hara
5.      Serangan hama dan penyakit
6.      Tumbuhnya gulma yang dominan.


A. Pemilihan varietas untuk persawahan
Sebagian besar petani di lahan pasang surut menggunakan padi varietas lokal. Di kalimantan selatan terdapat lebih dari 100 jenis padi lokal. Meskipun masa semai sampai panen hampir satu tahun tetapi ada banyak keunggulannya antara lain :
1)      Kegiatan budidaya padi lokal sekali setahun dimulai bulan April- Mei dan air di lahan mulai surut sehingga siap dilakukan penanaman.
2)      Keadaan air cukup dalam ( bagi padi ungggul) pada saat tanam sedangkan padi lokal mampu tumbuh karena mempunyai batang yang cukup tinggi sehingga keadaan ini mengurangi serangan gulma. Saaat air lebih surut maka kanopi padi sudah sempurna menutupi permukaan tanah. akibatnya gulma yang tumbuh relatif kecil. Serangan hama walang sangit biasa menyerang pada bulan juni dapat dihindari karena fase masak susu terjadi pada bulan juli. Disamping itu, padi lokal biasa dipanen bulan Agustus-September sehinggga menghindari serangan tikus.
3)      Pada musim tanam bulan April konsentrasi senyawa meracun seperti garam dan besi mulai menurun (Hasegawa et al., 2003). Hal ini disebabkan curah hujan bulan Desember-Maret yang tinggi, air hujan mengencerkan senyawa meracun pada level yang tidak membahayakan.
4)      Varietas padi lokal mampu tumbuh pada suasana masam.
5)      Akar padi varietas lokal (kal-sel) mampu mengeluarkan eksudat sehingga membuat pH di sekitar rhizoplant jauh lebih tinggi dibandingkan pH tanah. hal ini berasosiasi dengan adanya peningkatan ammonia (NH3) yang berasal dari orgaisme penambat N yaitu Spingomonas sp yang hidup di rhizoplant padi lokal.
B. Pengelolaan tata air
Sistem tata air yang telah dikembangkan untuk reklamasi lahan pasang surut terdapat empat sistem yaitu sistem controllled drainage (sistem Handil), sistem Tidal Swamp Canalization ( sistem anjir), sistem garpu dan sistem sisir (Departemen Pertanian, 1985 ; Muhammad Noor, 2000).

1.      Sistem controlled drainage (sistem Handil).
Kata handil diambil dari kata anndeel dalam bahasa Belanda yang artinya kerjasama, gotong royong. Sistem controllled drainage (sistem Handil) merupakan penyempurnaan dari sistem rakyat yang didasarkan pada sistem tradisional. Rancangannya sangat sederhana dengan membuat saluran yang menjorok masuk dari muara sungai di kiri dan kanan sungai untuk keperluan drainase dan pengairan. Saluran berukuran lebar 2m – 3m, dalam 0,5 – 1 m, dan panjang masuk dari muara sungai 2 km – 3 km. Jarak antara handil satu dengan yang lainnya berkisar 200 m – 300 m. panjang handil biusa ditambah atau diperluas mencapai 20 – 60 ha ( Idak, 1982 ; Noorsyamsi et al., 1984). Pada pinggiran handil dibuat saluran-saluran yang tegak lurus sehingga suatu handil dengan jaringan saluran-salurannya menyerupai bangunan sirip ikan atau daun tulang nangka. Sistem ini mengandalkan tenaga pasang untuk mengalirkan air sungai ke saluran-saluran handil dan parit kongsi, kemudian mengeluarkannya ke arah sungai jika surut.
2. Sistem Tidal Swamp Canalization ( sistem anjir)
Sistem Tidal Swamp Canalization ( sistem anjir) yaitu sistem tata air makro dengan pembuatan saluran yang menghubungkan dua sungai besar. Saluran induk berfungsi sebagai saluran pemberi pada waktu pasang dan sebagai saluran pembuang pada waktu surut.

3. Sistem garpu
Sistem garpu adalah sistem tata air dirancang dengan saluran-saluran yang dibuat dari pingir sungai masuk menjorok ke pedalaman berupa saluran navigasi dan saluran primer, kemudian disusul dengan saluran sekunder yang terdiri atas dua saluran cabang sehingga jaringan berbentuk menyerupai garpu. Ukuran lebar saluran primer antara 10 m- 20 m . ukuran lebar saluran sekunder antara 5 m – 10 m (Notohadiprawiro, 1996). Pada setiap ujung saluran sekunder dibuat kolam yang berukuran luas sekitar 90.000 m2 (300m x 300m) sampai dengan 200.000 m2 (400mx 500 m) dengan kedalaman antara 2,5 m – 3,0 m. Kolam ini berfungsi untuk menampung sementara unsur dan senyawaberacun pada saat pasang, kemudian diharapkan keluar mengikuti surutnya air.
4. Sistem sisir
Sistem sisir merupakan pengembangan sistem anjir yang dialihkan menjadi satu saluran utama atau dua saluran primer yang membentuk sejajar sungai. Panjang saluran sekunder mencapai 10 km. Pada sistem ini dubuat saluran pemberi air dan saluran pembuangan berbeda. Pada setiap saluran tersier dipasang pintu air yang bersifat otomatis (aeroflapegate). Pintu ini bekerja secara otomatis mengatur tinggi muka air sesuai pasang dan surut.
C. Potensi vegetasi alami (gulma) lahan pasang surut
Ada berbagai spesies yang tumbuh di lahan pasang berdasrkan hasil inventarisasi gula yang dijumpai sebanyak 181 spesies yang terdiri dari tiga golongan, yakni golongan rumput, golongn teki dan golongan berdaun lebar. Gulma ini bukan hanya sebagai tanaman pengganggu bagi tanaman padi tetapi sangat bermanfaat.
Gulma mampu tumbuh dengan sangat cepat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik sumber unsur-unsur hara yang berguna bagi tanaman, seperti Azollae pinata yang mampu menambat N. Pemanfaatan ini sangat berarti besar dalam usaha menjaga nilai kesuburan tanah.. Teknik pemanfaatanya sudah diterapkan oleh petani, diantaranya ketika penyiangan maka gulma yang dicabuk dibenamkan kembali kedalam tanah dan cara ini dapat menyuburkan tanah tanpa memerlukan masukan dari pupuk. Dengan memperhatikan berbagai aspek mulai dari karakteristik, potensi dan kendala yang dihadapi, maka solusi yang terbaik dalam pemanfaatan lahan pasang surut untuk meningkatkan produksi padi tanpa harus meniggalkan kaidah pertanian yang berkesinambungan dengan berwawasan lingkungan. Sehingga di masa yang akan datang lahan pasang suruttidak menjadi lahan yang terdegradasi dan rusak. Hal yang terpenting adalah lahan pasang surut mampu memberi hasil dan keuntungan bagi petani.

Bahan Organik (Organic matter)


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah mempunyai partikel penyusunnya berupa pasir, debu, dan liat. Di dalam tanah terdapat mineral, unsur hara, air, udara, dan banyak mikroorganisme yang hidup didalam tanah. Tanah juga mempunyai tingkatan kedalaman yang disebut dengan horizon. Dalam setiap tingkatan tersebut berbeda-beda yang terkandung didalamnya. Banyak sekali keanekaragaman mikroorganisme dan hewan tanah baik yang bersifat merugikan maupun yang menguntungkan. Kandungan yang terdapat di dalam tanah tidak selamanya terpenuhi dan dapat berkurang karena adanya faktor alam  seperti erosi yang mempengaruhi sehingga kandungan dalam  tanah  tersebut  hilang terbawa air dan karena faktor tumbuhan yang membutuhkan unsur-unsur yang terkandung sehingga habis. Karena itu perlu adanya penggantian atau penambahan unsur-unsur dalam tanah tersebut agar tanah tersebut tetap subur dan tetap menjadi media tumbuh tumbuhan yang terbaik.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di adakan penelitian tentang unsur-unsur yang hilang sehingga dapat diketahui unsur yang hilang tersebut dan berapa yang dibutuhkan. Dalam satu agregat tanah hanya sedikit terkandung bahan organik. Bahan organik sangat penting bagi tumbuhan karena bahan organik sebagian syarat tanah yang subur. Sehingga tanah yang kehilangan bahan organik dapat merugikan bagi tumbuhan.
Kandungan bahan organik pada masing-masing horizon merupakan petunjuk besarnya akumulasi bahan organik dalam keadaan lingkungan yang berbeda. Kandungan bahan organik merupakan salah satu indikator tingkat kesuburan tanah. Pengertian bahan organik yaitu kumpulan senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa anorganik hasil mineralisasi termasuk mikroba heterotrofik dan autotrofik yang terlibat.
Bahan organik tanah, ukuran partikelnya 1% biomasa terdapat di permukaan  horizon. Sebagian bahan organik dilapukkan oleh mikroba. Manfaat bahan organik yaitu menambah keasaman / kebasaan tanah,  mempengaruhi warna tanah, mempengaruhi ciri fisik tanah (mempengaruhi tekstur dan struktur), menambah kemampuan tanah untuk mengikat atau menahan unsur hara dan sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain.
Pengaruh bahan organik tanah terhadap sifat tanah yaitu menurunkan plastisitas tanah, memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih remah, meningkatkan daya menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil, terhadap sifat fisik tanah bahan organik tanah membentuk struktur yang baik, pada sifat kimia tanah bahan organik sebagai sumber nutrisi tanah ataupun sumber unsur hara dan terjadi kapasitas pertukaran kation yang tinggi dan terhadap sifat biologi tanah sebagai suplai energi untuk bahan organisme tanah (Anonim, 2010).





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Organik
Komponen bahan organik yang penting adalah C dan N. Kandungan bahan organik ditentukan secara tidak langsung yaitu dengan mengalikan kadar karbon dengan suatu faktor yang umumnya sebagai berikut :


Rounded Rectangle: kandungan bahan organik = C x 1,724
 



Bila jumlah C-organik dalam tanah dapat diketahui maka kandungan bahan organik tanah juga dapat dihitung. Kandungan bahan organik merupakan salah satu indikator  tingkat kesuburan tanah (Fandicka, 2011). Bahan organik adalah bahan dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis yang bersumber dari sisa tanaman atau binatang yang terdapat dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi faktor  biologi, kimia dan fisika.
Bahan organik tanah adalah semua senyawa organik yang terdapat dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Anonim, 2010). Adapun manfaat bahan organik yaitu menambah keasaman/kebasaan tanah,  mempengaruhi warna tanah, mempengaruhi ciri fisik tanah (mempengaruhi tekstur dan struktur), menambah kemampuan tanah untuk mengikat maupun menahan unsur hara, sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain (Fandicka, 2011) .
Pengaruh bahan organik tanah terhadap sifat tanah  yaitu menurunkan plastisitas, memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih remah, meningkatkan daya menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembapan dan temperatur tanah menjadi stabil, terhadap fisika tanah bahan organik tanah membentuk struktur yang baik, terhadap kimia tanah  bahan organik sebagai sumber nutrisi tanah/sumber unsur hara dan terjadi kapasitas pertukaran kation yang tinggi, terhadap biologi tanah sebagai suplai energi untuk bahan organisme tanah (fandicka, 2011).
C-Organik
C-organik penting untuk mikroorganisme tidak hanya sebagai unsur hara, tetapi juga sebagai pengkondisi sifat fisik tanah yang mempengaruhi karakteristik agregat dan air tanah. Seringkali ada hubungan langsung antara persentase C-organik total dan karbon dari biomassa mikroba yang ditemukan dalam tanah pada zona iklim yang sama. C-organik juga berhubungan dengan aktivitas enzim tanah. Di perkebunan teh Gambung, C-organik tanah juga digunakan untuk menentukan dosis asam-asam organik dan apabila ditambahkan ke dalam tanah akan  meningkatkan kandungan senyawa organik dalam tanah yang dicirikan dengan meningkatnya kadar C-organik tanah (Darliana, 2009).
Untuk mengetahui kandungan C-organik dalam tanah maka perlu dilakukan analisis di laboratorium dengan menggunakan metode Walkey and Black yaitu (Handayanto, 2009) :
a.       Prinsip
C-organik dalam tanah terlebih dahulu dioksidasikan dengan kalium bikromat, kemudian  didesktruksi dengan asam sulfat pekat dan asam fosfat. Besarnya C yang hilang karena teroksidasi merupakan kadar C dalam tanah.
b.        Alat-alat
·         Timbangan analitik / digital
·         Labu erlenmeyer 500 ml
·         Buret
·         Pengaduk magnetik (magnetik stirer)
·         Pipet 10 ml
·         Gelas ukur
·         Labu volumetrik (labu takar) 1 L.
c.        Bahan pereaksi :
·         Asam sulfat pekat (HSO, 96%)
·         Asam fosfat pekat (H3PO4, 85%)
·         Kalium bikromat (KCrO) 1 N.
Ditimbang 49.04 g KCrO), kemudian dilarutkan dengan aqudest dalam beaker glass 500 ml. Diaduk perlahan-lahan,  kemudian dituangkan  ke dalam  labu volumetrik (labu takar) 1 Liter dan ditambahkan aquadest sampai tanda garis.
·         Indikator difenilamin
Ditimbangkan 0.5 g difenilamin (p. a.) dan dilarutkan dalam 20 ml aquadest, kemudian  ditambahkan 100 ml H2SO4 pekat.
·         Larutan ferro sulfat
Dilarutkan 278 g FeSO4 dengan aquadest  500 ml. Ditambahakan 15 ml H2SO4 dan diaduk perlahan-lahan dengan  pengaduk kaca, setelah itu di encerkan menjadi 1 L dalam labu volumetrik
d.        Cara kerja :
·         Timbang 0,5 g sampel tanah, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml.
·         Pipet 10 ml larutan KCrO 1 N dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut.
·         Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat dengan menggunakan gelas ukur, digoyangkan perlahan-lahan dan hati-hati jangan sampai sampel tanah melekat di dinding gelas (jika larutan berwarna hijau maka tambahkan lagi kromat).
·         Endapkan semalaman.
·         Tepatkan dengan aquades sehingga volume menjadi 100 ml
·         Pipet 5 ml larutan di atas masukan ke gelas aqua, tambahkan  3 tetes indikator DP dan 5 tetes asam fosfat.
·         Titrasi dengan FeSO4 hingga warna berubah menjadi hijau.
·         Catat hasil titarsi.
·         Untuk penetapan blanko, lakukan langkah yang sama dari proses ekstraksi tetapi tanpa menggunakan sampel tanah.
e.       Rounded Rectangle: Rumus :
C-Organik (%) = (Vol titar Blanko – Vol titar Sampel) x N FeSO4 x 0,003 x 100/(Berat tanah)

Perhitungan :
  



BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulakan bahwa :
1.      Bahan organik tanah adalah semua senyawa organik yang terdapat dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.
2.      Salah satu komponen bahan organik tanah yaitu  C-organik yang  menjadi penyusun sebagian besar bahan organik tersebut.
3.      C-organik penting untuk mikroorganisme tidak hanya sebagai unsur hara, tetapi juga sebagai pengkondisi sifat fisik tanah yang mempengaruhi karakteristik agregat dan air tanah juga berhubungan dengan aktivitas enzim tanah.
4.      Untuk mengetahui kandungan C-organik dalam tanah maka perlu dilakukan analisis di laboratorium dengan menggunakan prinsip analisa Walkey and Black dengan rumus :
C-Organik (%) = (Vol titar Blanko – Vol titar Sampel) x N FeSO4 x 0,003 x




DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Sampah kota yang mengandung karbon organik.
http://damandiri.or.id. Tanggal akses 30 Mei 2012

Darliana. 2009.  Pengaruh Jenis Bokashi Terhadap C-Organik. http://p4tkipa.org.
Tanggal akses: 31 Mei 2011

Fandicka. 2011. Penetapan C Organik dan Kebutuhan Kapur Dalam
Tanah. http://fandicka.blogspot.com. Tanngal akses: 30 Mei 2012

Handayanto, 2009. Dasar Ilmu Tanah.Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.

MAKALAH
KUALITAS TANAH






 











Oleh :

DODI LESMANA
E1A209056












                       PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2012
LAMPIRAN
Tabel 1. Penggolongan Kualitas Tanah
Kandungan C-Organik
(% Berat Tanah)
Metode Walkey - Black
Tingkat Kesuburan
>20
Sangat Tinggi
10 - 20
Tinggi
4 – 10
Sedang
2 - 4
Rendah
< 2
Sangat Rendah